Sunday 9 February 2014

Wanita Berbau Obat


Keluar dari Poli Umum di sebuah Rumah Sakit di Makassar, saya dibekali resep dan resi pembayaran "Umum Pribadi" (sesuai yang tertulis di resi pembayaran tersebut) dari bagian admisi Rumah Sakit tersebut. Hal ini karena saya tidak punya kartu BPJS, tidak punya Surat Pengantar dari Askes dan tidak punya surat Rujukan dari Rumah Sakit tempat Jamsostek saya terdaftar.Yaa... Mungkin saja sudah bertampang pasien yang sudah masuk dalam kategori mampu, Padahal?


Saya bersama dua orang teman kembali menuju ke bagian admisi untuk menyelesaikan semua pembayaran dan mendapatkan petunjuk pengobatan selanjutnya di Rumah Sakit itu. Saya di minta menuju apotik yang ada di basement dengan menunjukkan jalan menuju tangga ke basement. Sesampai di apotik tersebut, tidak begitu lama antri, seorang laki-laki di apotik tersebut meminta untuk ke apotik yang ada di lantai dasar. Meskipun saya mengatakan bahwa admisi di poliklinik meminta saya untuk datang ke sini, tapi katanya orang admisi tersebut telah keliru.

Tidak ingin membuang waktu saya menuju apotik yang ada di lantai dasar. Tiba di Apotik lantai dasar, saya menyaksikan sangat banyak yang mengantri untuk mengambil obat. Karena terlalu banyaknya, saya bersama dua orang teman harus terpisah kursi untuk bisa duduk menunggu obat yang resepnya sudah saya berikan pada resepsionis yang ada di apotik tersebut. Setelah beberapa lama duduk terpisah, kami akhirnya mendapatkan tiga kursi kosong. Tanpa ada yang menginisiasi, kami bertiga pindah ke kursi tersebut.

Yang membuat saya sedikit agak tidak nyaman, seorang wanita (sebenarnya cukup cantik dengan dua lesung pipi) yang sering modar-mandir keluar-masuk di ruang obat sesekali memandangi saya. Anehnya jika mata saya dan matanya bertemu iya dengan cepat mengalihkan pandangannya. Awalnya saya berpikir bahwa ini bukan untuk pertama kalinya di pandangi seperti ini, tapi lama-lama saya juga merasa saya kurang nyaman. Yang mencengangkan tiba-tiba ia mendatangi saya dan berkata "maaf yah telah menunggu lama, soalnya kami mendahulukan obat pasien rawat inap". Saya berpikir, mengapa hanya saya yang diinfokan seperti itu? Saat itulah saya menyimpulkan bahwa ini pasti ada hubungannya dengan saya yang dari tadi dilirik-lirik dan mengapa saya begitu lama menunggu.

Tak lama kemudian saya didatangi oleh seorang teman yang merupakan salah satu perawat di Rumah Sakit tersebut. Tanpa bertanya yang lain-lain dulu, saya menanyakan siapa sebenarnya wanita yang dari tadi melirik-lirik dan mondar-mandir dari tadi itu. Setelah menanyakannya pada resepsionis apotik yang ia kenal, akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa dia adalah Kepala Instalasi Apotik Rumah Sakit tersebut. Oww, satu hal yang saya simpulkan, mondar-mandirnya wajar. "Lirik-liriknya" itu yang tidak semestinya.

Cukup lama menunggu saya didatangi lagi, kemudian ditanya "Yang dua ini menemani atau pasien juga?" Saya tidak menjawab, karena kedua teman saya mengatakan kalau mereka hanya menemani saya. Kemudian ia masuk lagi ke ruang obat-obatan. Tidak lama kemudian ia keluar dan memanggil nama saya "Zulkifliiiiiiiiiiiiiii.....!" Bergegas saya menuju ke mejanya untuk mengambil obat yang dari tadi saya tunggu. Tapi eitsss.... ia menyodorkan kemudian menarik kemudian menyodorkan lagi lalu menarik lagi sambil bertanya dengan suara berbisik.

KIA     : anda sakit cacar yah? (Sambil senyam-senyum)
Saya   : Tidak (sambil memaksa senyum)
KIA     : (Ekspresi heran) Loh, kenapa di resepnya ada salep untuk penyakit cacar?
Saya   : Kalau diagnosa Dokter, saya mengidap Herpes.
KIA     : Oh, itu juga jenis cacar.
Saya   : (Senyum sekenanya, ia ingin mengatakan saya ini bego' atau kampungan, terserah).

Saya diberi semua obat itu setelah diberi tahu dosis dari 4 jenis obat tersebut termasuk salep dan vitamin. Belum mengatakan saya sudah bisa pergi atau belum, ia berbicara dengan apoteker yang ada di sampingnya. Saya harus menunggu ia selesai berbicara untuk pamit. 

Saya   : sudah tidak ada lagi Mba'?
KIA     : Kalau masih mau duduk-duduk dulu tidak apa-apa koq (tersenyum lebar).
Saya   : Tidak ada kursi kosong mbak. terima kasih. (basa-basi saya untuk menolak ajakannya. Sambil senyum seadanya)

Keluar dari pintu Apotik saya didatangi oleh teman perawat saya yang tadi kemudian mengatakan "ia ingin mengenal kakak lebih jauh". Saya mengatakan " Maaf, saya tidak bisa membuka diri pada wanita yang berbau obat. Katakan saja padanya kalau saya ini sudah menikah".

Sekian.

No comments:

Post a Comment