Sunday 9 February 2014

Madre The Movie, Inspirasi Wirusaha berbasis Ilmu Pangan

Ketertarikan saya untuk memiliki Madre bukanlah karena konten promo dan cover-nya. Saya sudah begitu tertawan sehingga tidak ingin ketinggalan pada karya-karya Dewi 'DEE' Lestari. Toh, tidak sedikitpun waktu yang saya gunakan untuk membaca karya-karyanya tidak berakhir dengan rasa kagum, dan melakukan hal-hal yang produktif. Bagi saya, dia selebriti wanita Indonesia nomor satu yang mampu mengikat dunia selebrita bahkan realita kehidupan kontekstual sosial masyarakat ke dalam tulisan.

Madre adalah buku kumpulan cerita yang cetakan pertamanya lebih dari setahun yang lalu. Seperti halnya buku Filosofi Kopi yang konten spesialnya adalah Filosofi Kopi, Madre juga diletakkan di cerita paling depan dalam buku ini. Subyektifitas sayalah yang menganggapnya sebagai konten spesial. Tapi saya yakin semua pembacanya akan berkata sama. Ada beberapa alasan masuk akal, yaitu; Judul cerita yang dijadikan sebagai judul buku, sampul buku dengan latar cerita (toko roti yang berdiri sejak tahun 1943), dan menyita hampir setengah jumlah halaman pada buku (72 halaman dari 160 halaman) sementara terdapat 13 cerita dan prosa dalam buku tersebut.

Madre bercerita tentang anak muda yang hobby surfing di pantai dan di blog harus berangkat ke Jakarta dari bali karena dihubungi oleh seorang pengacara. Ia dihubungi karena menjadi ahli waris seseorang yang tidak ia kenali. Betapa hal ini dianggapnya tidak lucu, ia menjadi ahli waris adonan biang roti yang berada dalam stoples. Ia mengetahui semuanya setelah dibawa oleh pengacara ke sebuah toko roti yang sudah 5 tahun tidak berproduksi. Biang roti ini berumur puluhan tahun (yang dinamai dengan Madre). Iya mendapatkan warisan itu dari kakeknya yang tidak pernah ia temui semasa hidupnya. Sebelumnya ia sama sekali tidak pernah tahu bahwa kakeknya adalah seorang keturunan Tionghoa. Tansen (Anak muda) yang hidupnya sebagai guide danpembuat tatto di Bali ini awalnya kebingungan dengan warisan berupa stoples kaca berisi adonan biang roti lewat seorang tua yang berkerabat dengan kakeknya (bukan kerabat KOTAK), namanya pak Hadi.

"Apa rasanya sejarah hidup kita berubah dalam sehari? kayak tahu-tahu kecemplung di pasir isap. Makin dalam makin sesak. Hidup saya hari kemarin lebih sederhana. Hari ini hidup saya sangat komlpeks. Darah saya mendadak seperempat Tionghoa, nenek saya ternyata tukang bikin roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal mewariskan anggota keluarganya yang tidak pernah saya tahu: Madre.""Saya cari di Google, kata 'Madre' itu ternyata berasal dari bahasa Spanyol, artinya 'ibu'. Madre, Sang Adonan Biang, lahir sebelum ibu kandung saya. Dan dia bahkan sanggup hidup lebih lebih panjang dari penciptanya.""Mengerikan." 

Demikian postingan Tansen di blognya seusai mengkonstelasi hubungannya dengan Madre. Postingan inilah yang membuatnya bertemu dengan Mei, wanita cantik yang meneruskan usaha toko roti milik ayahnya. Saat ini ia sedang berencana membuat cabang ke -6 toko roti miliknya. Terkondisikan Mei adalah pembaca setia blog milik Tansen. Jadilah cerita ini dibumbui oleh Cinta, keluarga, Pluralisme etnis, Manajemen bisnis, Manajemen SDM, diferensiasi produk, analisis stakeholder, analisis kebijakan bisnis, pentingnya internet marketing dan tentu saja khas Dewi Lestari, ke-Tauhid-an.

Adonan biang roti dibuat dengan mengulturkan air, tepung, dan fungi yang bernama Saccharomyses exiguusserta mikroba Lactobacillus seperti halnya pembuatan Nata de Coco di mana starternya dibuat dari buah Nenas sebagai media tumbuh Acetobacter Xylinum. Bahan yang tadi mengalami proses fermentasi  pada penyimpanan suhu yang pas untuk berkembang-biak. Saya sudah lupa rentetan-rentetan nama untuk masing-masing suhu tumbuh beberapa mikroba. Saya cuma ingat Psikrofilik, Hidrofilik, dan thermofilik tapi lupa masing-masing interval suhunya.

Kemarin (01/11/12), saya membaca twit-twit Dewi Lestari (@deelestari) bahwa sub-cerita dari buku ini sementara dalam proses shooting film. Di mana Tansen diperankan oleh Vino G. Bastian, Laura Basuki sebagai Mei dan Didi Petet yang memerankan Pak Hadi. Film ini akan tayang di awal tahun 2013 nanti. Dari sini saya membayangkan sejarah, isi cerita, foto, dan awal tahun 2013 nanti. Saat berkedip, kadang saya membayangkan ekspresi mereka mencoba rasa roti klasik bukan dari ragi instan, Tansen membaca pesan elektronik dari Mei, dan jiwa muda yang melekat di raga seorang kakek tua seperti pak Hadi serta kekagumannya saat pertama kali melihat mall.

Dan tadi siang, saya untuk kebanyak kalinya kembali membaca Madre untuk kembali tertegun, tertawan dan terkekeh kemudian menyimpulkan bahwa saya tidak pernah bosan untuk kembali membaca dan membaca sub-cerita ini serta tidak merasa bosan untuk kembali berimajinasi bahwa saya adalah Tansen, sang blogger's yang kerja freelance, dalam kurung serabutan. :-)


Sumber gambar : @deelestari

No comments:

Post a Comment