Sunday 9 February 2014

SAMSAT Cs. di antara Kita

Di sebuah restoran kecil di kota makassar sebelum Matahari terbenam. Terlihat seorang wanita yang hampir menghabiskan 2 gelas juice Mangga. Sambil mengutak-atik tablet miliknya. Tiba-tiba seorang pria bergegas datang mendekatinya.
Baso’     : “ededeh…banyak sekali urusanku di SAMSAT, ini lagi masih menumpuk baru sa tinggalkan”, sambil menarik kursi dan buru-buru duduk berharap Tenri tidak kecewa dengan keterlambatannya.
Tenri’    : “Kenapa paeng datang ki’ kalau masih banyak urusan ta’?” Seolah-olah santai, padahal paham betul ini diluar agenda pembicaraan sebenarnya.
Baso’     : “Supaya kita tau kalau kita jauh lebih penting dari sekedar pekerjaanku”.
Tenri’    : “Loh, terus kenapa pekerjaanta’ jadi alasan? Tapi sudah mi kak (Senyum)”.
Baso’     : “kupikir itumi fakta yang paling masuk akal untuk kita terima”.
Tenri’    : “yang masuk diakalku sekarang, kita membandingkan antara saya dengan kerjaanta’. Masalah yang mana paling penting saya tidak tahu. Mungkin suatu saat saya akan tahu, kalau suatu saat itu juga kita masih membandingkan antara saya dengan kerjaanta”.
Baso’     : “Yang mau digarisbawahi, bukan kerjaanku yang kubandingkan dengan kita, itupun kalau kita yang pandang begitu. Yang kubandingkan adalah, antara ada kita di dekatku dengan kita jauh dari saya. Itu esensinya de’. Sekarang menurutta’, yang mana yang bikin nyamanka’, ada kita di dekatku’ atau kita jauh dari saya? Kalau kita bisa jawab itu, kupikir itumi kesimpulannya.”
Tenri’    : “Jadi saya Tanya mi ki’ ini? Trus kita jawabmi bilang “Saya ada di dekat ta’”, trus saya senang. Dan kita lega. Tidak asyik kakaa’….abege sekaaali.”
Baso’     : “Kalo gitu jangan miki’ bertanya! Ujungnya kan tidak asyik jie”.
Tenri’    : “habis mi kah pembenaran ta’? Baru kali iniiii….”
Baso’     : “Terlalu materil kurasa kalau pembenaran de’, menurutku’ tidak pas itu kata-kata”.
Tenri’    : “Kita mi bikin sendiri, saya tetap anggap sebagai pembenaran”.
Baso’     : “hmm…nanti kita bertanya baru saya cari kata yang pas”.
Tenri’    : “Tapi tidak begitu berharap jie ki’ saya bertanya tentang sesuatu yang tidak asyik itu kan”.
Baso’     : “Sebaiknya saya tidak berharap”.
Tenri’    : “Kalau saya tanyakan artinya tidak baik donk?”
Baso’     : “Tidak baiknya adalah kita buang-buang energy”.
Tenri’    : “Sepertinya energy sudah terlalu menjadi hal yang materil”.
Baso’     : “Sorry, hari ini banyak energy ta’ terbuang karena saya”.
Tenri’    : “hmmm… di maafkan ga’ yaach? Energy ku digantikan ga’ yah? Dipungut ga’ yahh?”
Baso’     : “Sorry-ku adalah Sorry Low Profile”.
Tenri’    : “Wuiihhh… Low Profile-nya ini coowok. Hahahaa….”
Baso’     : “Tapi tidak konstruktif jie untuk hubungan kita toh?”
Tenri’    : “Hah?”
Baso’     : “iya?”
Tenri     : “Kenapa kita larinya ke situ?”
Baso’     : “Salahkah kalau sejauh ini saya kembali menanyakan?”
Tenri’    : “Indikasinya?”
Baso’     : “Hari ini.”
Tenri’    : “Apa bedanya hari ini dengan kemarin? Yang beda itu Cuma hari ini SAMSAT, kemarin REKTORAT, mungkin besok Kantor PAJAK, lusa di BANK, besoknya Lusa mungkin di KANTOR POLISI. Kita hampir setiap harinya begini, berdebat tentang sesuatu yang tidak konstruktif, tapi kenapa baru ditanyakan?”
Baso’     : “Kalau memang SAMSAT dan kawan-kawan tidak kita terima mestinya kita belajar untuk terima itu”.
Tenri’    : “Kita pikir saya yang dari tadi duduk di sini tidak mentolerir SAMSAT cs? Waaahhh…”
Baso’     : “Ini SAMSAT Cs yang tidak asyik. Bisa-bisanya dia nimbrung di kita’.”
Tenri’    : “Ituuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu’…. Arrrrgh..”

No comments:

Post a Comment