Sunday 9 February 2014

Sumpah, Pemuda sekarang rada-rada… (sulit untuk dikatakan)

Sejak semalam saya bertekad untuk menghasilkan sebuah tulisan bertema “Sumpah Pemuda”di Hari Perayaan Nasional yang ke-83 ini,  saya berpikir bahwa ketika hari ini tekad saya tidak saya praksis-kan, bagaimana dengan hari-hari yang lain? Terlebih ketika saya berhitung usia, bukankah ini usia yang paling produktif untuk mengaktual? Tak perlu saya jawab, karena tak boleh ada pengingkaran dari dua pertanyaan itu.

     Sebuah pengakuan, Alam sadar saya berkata mengatakan bahwa semestinya hari sumpah pemuda menjadi momentum ikrar para muda-mudi untuk mengisi kemerdekaan sebagaimana isi pengetahuan masing-masing, namun mata punya syaraf yang bersmbung ke hati yang lebih dahulu menyampaikan bahwa adalah dalam tahap sewajarnya ketika siapa saja yang  menganggap bahwa Pemuda saat ini menghadirkan kegelisahan-kegelisahan yang bagi saya merupakan intensitas yang lebih halus dari perilaku putus  asa.

 
     Joget Kucek...Kucek Jemur...Jemur 
     
     Bagaimana tidak? Perilaku apatis yang menjelma hedonis kemudian terdogma dengan gaya Alay dan Lebay membuat saya PRIHATIN (teng-tong : 01 RI sering mengulang kata ini) atas neo-penjajahan liberalis ini. Pagi/7 (Setiap pagi) di setiap program tivi life style, berderet pemuda-pemudi usia sekolah mengelilingi panggung konser untuk ber-joget (atau apalah nama dari goyang-goyang itu). Tak pandang gendre music, baik itu rock, pop, melayu, dang-dut, hip-hop, rap, jazz, alternative dan sebagainya, tetap saja gaya dance nya sama yaitu gaya “kucek-kucek jemur-jemur” (saya mendengar istilah itu dari teman saya) yang ketika di sinkronkan dangan  lagu sangatlah tidak nyambung. Fenomena ini  yang membuka cakrawala kreatif saya dengan menyebutnya dengan menyebut joget itu dengan Randoms Shuffle Dance (terjemah: Joget acak-acakan yang sedikit identik dengan joget asal-asalan serta joget pas-pasan).

      Di ujung pulau satu pemuda masuk hutan menanam ganja, ujung pulau lainnya pemuda masuk hutan pegang senjata yang bertuliskan huruf OPM di tambah sticker merah putih yang diberi tanda silang. Kegelisahan itu kemudian memuncak di malam tanggal 28 Desember semalam saat pemuda di  sekitar saya, kehidupannya sama dengan gaya Barbar Sebelum Masehi. Atas nama Spirit, Warna kulit, Akademik, Kampung, dan Alasan lainnya (SWAKA lainnya) mereka siap konyol untuk dicap loyal. Tapi maaf, bagi saya itu tak bisa ditawar dari Tolol.

     Masih belum lengkap, tapi cukup untuk menjelaskan bahwa keterjajahan Pemuda saat ini sangat kompleks. Tak cukup dengan PRIHATIN untuk menyelesaikan problema multi sektoral ini. Penjajahan oleh Imperialis, kemiskinan, kebodohan, dan ketidak-adilan tak bisa ditutupi oleh kosmetik bernama CITRA untuk menutupi kulit ari yang berdaging stadium 4 tumor.

     Saat ini pemuda yang dikenal Imam Ali Bin AbuThalib, pemuda yang dikenal Bung Karno, pemuda yang dikenal Buya Hamka, Pemuda yang dikenal Tan Malaka, Pemuda yang dikenal Chairil Anwar, seperti kehilangan Kodratnya di mana mereka begitu mengagung-agungkan Pemuda di masanya masing-masing sangat sulit dikontekskan dengan sekarang. Pemuda sedang berada di zona nyaman oleh keterkungkungan media, produk dan aktualisasi negatif. Di sudut-sudut ruang fokus diskusi kelompok saat zaman mereka, sudah sulit ditemukan di saat sekarang. Terlalu kuno untuk mengisi karnaval-karnaval jalanan saat sekarang, lampu dan suara musik di sana tidak menggoncang adrenalinnya, Tarian budaya terlalu monoton untuk dilanjutkan, shuffle Dance lebih lebihlebih asyik ditonton di media streaming. ORMAS-ORMAS pembinaan siapa yang akan perhatikan, Modifikasi knalpot kendaraan di jalan raya  sudah mengundang mata siapapun yang ada di emperan jalan. Terlalu lama untuk mengandalkan pengetahuan formal dan moral untuk dipraksiskan, toh orang bodoh dan jahat bisa jadi selebriti dan duduk di pemerintahan.

     Pertanyaan yang terkuak : Trus? salah siapa? Salah Pemudi (Temannya Pemuda)? Quo Vadis Pemuda dan Pemudi?

      
Sumber : http://blog.akmi-baturaja.ac.id/

     Tak ingin menggantung seperti Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”, Pemuda harus sadar bahwa mereka sedang berada dalam lingkaran nyaman dan mengambil langkah-langkah untuk keluar dan kembali pada kodrat sebagai jiwa penerus banyak jasa, pemuda yang merapikan rambut kilap belah sampingnya jam 7 pagi dengan pakaian safari yang sudah di setrika.
Saya menunggu dari luar sini wahai pemuda-pemudi. Terlalu indah menjalani jalan panjang tak berujung ramai tanpa pembeda Bahasa, Bangsa dan tanah air.  Merdeka!
Sekian.

Ps : Baca Juga ;
  1. Puisi Chairi Anwar, Pemuda.
  2. Kutipan Bung Karno untuk Pemuda.
  3. Frase Imam Ali Bin AbuThalib untuk Pemuda

By : Zulkifli Andi Mandasini

No comments:

Post a Comment