Sunday 9 February 2014

Abdullah Khaerul Azzam, Mencari Kesamaan Karakter Dengannya

Ketika Cinta Bertasbih, bagi saya adalah film yang sarat pengetahuan dan patron pemuda-pemudi pencinta yang bernafas Islam. Berbeda dengan Film trilogi sebelumnya (Ayat-Ayat Cinta) yang lebih mengawang dengan kondisi di dua cinta dan berbeda agama, film ini jauh lebih realistis dan punya potensi untuk dialami oleh pemuda muslim alim dan pemuda yang punya iman fluktuatif di indonesia, termasuk saya juga tentunya. Hal ini disebabkan karena beberapa lakon yang ada, tersajikan dengan konteks kehidupan ke-kini-an.
Abdullah Khaerul Azzam, yang diperankan oleh Kholidi Asadil Alam, membangunkan pemuda-pemudi muslim Indonesia bahwa seperti inilah roll modeideal yang dijadikan panutan dalam mengaktualkan cinta Ilahi. Bukanlah dengan menjadi seorang Jack dalam film Hollywood Titanic yang mempertontonkan kisah romantis dengan gaya barat.
Dari Fadhil, yang diperankan oleh Lucky Perdana yang ditinggal nikah oleh kekasihnya dan menikah bersama dengan sahabatnya sendiri, tidak tahu berbuat apa dengan kondisi saat ia diminta oleh Tiara (nama kekasihnya) untuk melamarnya,  Azzam tidak menasehatinya seperti seorang dosen yang pandai berteori melainkan meyodorkan pembanding dan mebuat Fadhil berpikir dengan 2 solusi tersebut dengan memikirkan efek yang akan terjadi. “…Jika kau berani menantang badai, badai dunia maupun akhirat, ikuti saja ajakan Tiara, Dhil….” Sambil tersenyum kepada Fadhil. “….Jika kau ikuti ajaran Tiara, maka kau bukan laki-laki sejati, melainkan pecundang yang tega menikam saudaranya sendiri…Ikutilah sabda Rosullullah,dengar baik-baik Dhil, haram hukumnya bagi seorang muslim melamar di atas lamaran saudaranya sendiri”. Dalam konteks ini sarat akan perilaku ketertundukan terhadap ajaran nabi yang tersurat dalam Kitab suci, dan tidak mementingkan keinginan hati semata.
Di sela himpitan ekonomi di mahalnya dunia pendidikan, Azzam memperlihatkan watak  wirausaha yang jujur (sesuai dengan pencaharian utama Rasullulah Muhammad di masanya) dengan menjadi seorang pedagang bakso dan tempe. Di sisi lain ada Furqon yang menginap di hotel untuk menenangkan diri sebelum ujian thesisnya dengan hidup kecukupan karena kekayaan orang tuanya. Bakso Cinta buatan Azzam, mengajarkan kita tentang pentingnya diferensiasi produk dalam  menjawab strategi marketing dalam berwirausaha dengan mengubah bentuk baksonya model bentuk hati meskipun rasa dengan bakso lainnya sama. Hal lain dalam dunia wirausaha yakni segmentasi pasar yang jelas pada kaum muda-mudi yang berjiwakan cinta.
Selalu menyanggupi, dengan Otak Kanan ala oleh Pak Purdie Chandra (Pendiri Entrepreneur University & CEO Bimbingan Belajar Primagama) yang tak tahu membuat Soto Lamongan tapi mampu melihat peluang bisnis dengan mengandalkan sahabatnya yang berasal dari Lamongan. Soto Lamongan tersebut dibuatnya di Kairo dengan resep langsung dari Indonesia.
Latar awal cerita (KCB I) memperlihatkan kegesitan Azzam sepulang kuliah dengan mengangkat kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe yang dibelinya dari pasar tradisional. Hadiah  French Kiss ditolaknya mentah-mentah dari seorang wanita cantik sebagai selebritis dan anak dari seorang duta besar.
Azzam yang berencana mengkhitbah wanita yang belum dikenalinya, yang oleh pamannya Azzam itu aneh karena belum mengenal Anna Althafunnisa (Oki Setiana Dewi) yang saat itu sedang mengajukan Proposal S2 nya dan tidak cocok dengan Azzam yang S1 saja belum selesai. Menurut pamannya (yang diperankan langsung oleh Kang Abik) bahwa Anna cocoknya dengan strata intelektualnya sama dengan Anna atau bahkan lebih seperti Furqon yang sudah menyelesaikan Magisternya dan berencana melanjutkan kuliah S3. Dan dalam kenyataannya (dalam Film ini), Furqon sudah meminang Anna meskipun belum mendapat jawabannya.
Azzam juga menjadi sosok yang solutif. Terlihat  pada saat seorang buronan bertamu dan berencana menginap di rumahnya kemudian Polisi datang menggerebek rumahnya,  kemudian pada saat pertemuan pertama dan kedua dengan Anna di Bis dan pada saat Anna sedang kesulitan saat Kitab (bukunya) ketinggalan di Bis tersebut yang membuat seorang Anna Althafunnisa jatuh hati padanya. Termasuk juga pada saat menyanggupi order Soto Lamongan meskipun belum tahu membuatnya.
Tawadhu dan kasih sayang tulus dipersaksikan di kedatangannya di kampung halamannya. Sopan pada orang tua dan santun pada adik-adiknya. Datang bersama seorang selebriti yang tetap santai dikerumuni media infotainment, terlihat tidak sabar menantikan kerinduan pada keluarganya akan pergi. Begitu rendah diri seorang LC Al Azhar Kairo menjajaki bisnis Kargo (retailing), sekaligus memperlihatkan jiwa entrepreneur sejati seperti Bob Sadino yang pernah menjadi tukang bakso gerobak.
Seperti saya, Azzam adalah manusia  punya sisi al-insan yang punya rasa cemburu, keluh-kesah, rasa malu saat Anna datang ke rumahnya dalam rangka membawa undangan pernikahannya dengan Furqon. Seperti saya, Azzam juga jatuh cinta dengan sosok seorang muslimah yang bernama Anna Althafunnisa. Seperti Azzam, saya ingin menjadi seorang pengusaha sekaligus Udztad. InsyaAllah.
Akhir dari paragraf ini, saya ingin mengatakan bahwa ini bukanlah sebuah pengakuan seorang Zulkifli Andi Mandasini yang punya kesamaan karakter dengan Abdullah Khairul Azzam yang hidup di ruang fiksi dan tak lahir dari rahim, melainkan hadir di ruang kecil di bawah ubun-ubun Kang Abik melalui perenungan-perenungan panjangnya. Saya hanya ingin mengungkap sebuah argementasi lama yang tak ingin menjadikannya jamur yang tumbuh mekar tak dan tersembunyi di balik kekikiranku sebagai makhluk yang hina dihadapan Sang Maha Melihat. Lewat resensi dan kongklusi singkat ini, semoga menjadi ruang sharing pengetahuan yang teraktual dengan alami.

No comments:

Post a Comment